TIMES SABANG, JAKARTA – Reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hanya dapat terjadi jika negara-negara besar yang memiliki kekuatan veto bersedia mendengarkan aspirasi negara anggota lainnya. Hal itu disampaikan oleh Wakil Juru Bicara PBB, Farhan Haq, dalam konferensi pers, Jumat (24/10), melansir Sputnik.
“Negara-negara utama di Dewan Keamanan perlu mendukung perubahan itu,” ujar Haq.
Ia menekankan bahwa reformasi hanya bisa efektif bila negara-negara kuat terbuka terhadap masukan dari seluruh anggota PBB.
“Pada akhirnya yang dibutuhkan adalah mereka mendengarkan suara seluruh negara anggota lain tentang bagaimana Dewan Keamanan dapat berfungsi secara efektif, yaitu dengan direformasi,” ujarnya.
Farhan Haq menjelaskan bahwa Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mendukung penuh upaya reformasi Dewan Keamanan.
Menurutnya, Guterres memandang perubahan struktur lembaga tersebut sebagai langkah penting untuk memastikan PBB tetap relevan menghadapi tantangan dunia modern.
Sebelumnya, pada awal Oktober, Haq menegaskan bahwa usulan reformasi Guterres sejalan dengan seruan Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang menginginkan agar PBB dapat mencerminkan multipolaritas global, yakni keseimbangan kekuatan antara berbagai negara besar dan berkembang di dunia.
Dalam pidatonya di Valdai Discussion Club baru-baru ini, Putin menilai bahwa PBB memiliki banyak masalah, tetapi tidak ada organisasi dunia yang lebih baik daripada PBB.
PBB saat ini menghadapi tantangan dan perlu beradaptasi dengan kenyataan modern tanpa harus berbelok dari tujuan awal pembentukannya, kata Putin.
Rusia secara konsisten menyatakan dukungannya supaya negara-negara berkembang bisa menjadi anggota Dewan Keamanan PBB. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PBB: Reformasi Dewan Keamanan Tergantung Negara Kuat
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |